KONG: SKULL ISLAND (2017) - Kong, Raksasa Yang Bisa Baper Juga.
Directed by Jordan Vogt-Roberts
Kong, apa yang tersirat ketika mendengarkan sebuah judul
film tersebut? Film aksi yang meneganggkan (checked),
film dengan visualisasi yang menarik (checked),
film yang menampilkan pertarungan antar monster (checked),
film yang menampilkan aksi heroik yang sangat klimaks (checked) dan film seru yang asik ditonton bersama teman (checked). Semua ada di film terbaru
Kong: Skull Island yang merupakan rangkaian universe
(dinamakan Legendary's Monster Verse) setelah
film Godzilla pada tahun 2014 lalu.
Para ilmuwan Bill Randa (John Goodman) dan Houston Brooks
(Corey Hawkins) mendapatkan lampu hijau untuk survey di sebuah pulau antah berantah
yang terletak di Asia Tenggara (South
Pacific) yang diberi julukan Skull Island. Bill Randa terkdang menyebutnya dengan
nama "the land where God did not
finish creation". Mereka tiba dengan rombongan yang terdiri dari sang fotografer
anti perang yang pemberani Mason Weaver (Brie Larson),
tracker yang handal dari Inggris James Conrad (Tom Hiddleston) dan pengawalan militer
yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Preston Packard (Samuel L. Jackson) beserta anak
buahnya. Ketika itu Letkol Packard sudah mempersiapkan diri untuk pulang meninggalkan
Vietnam atas perintah Presiden Amerika.
Cerita bergerak maju dengan alur yang cepat ketika para
rombongan tersebut sampai di pulau yang sulit untuk dijangkau, helikopter yang
mengakut mereka terhadang raksasa berbentuk gorilla yang sangat buas dan tentu saja
raksasa yang ditakuti oleh banyak orang, Kong. Kong hanyalah melindungi rumahnya.
Rombongan tersebut terpisah dana dan sebagian yang bertemu dengan masyarakat setempat
yang ternyata dilindungi oleh Kong. Tetapi bukan hanya itu yang mengejutkan,
ketika rombongan James Conrad dkk bertemu Hank Marlow (John C. Reilly), seorang
pilot Perang Dunia II yang sudah terdampar lama sejak 1944. Marlow sudah hidup
di antara penduduk asli dan menegaskan bahwa Kong adalah raksasa baik, yang
melindungi mereka dari orang-orang dengan niat yang jahat, bahkan lebih buruk,
dari makhluk yang dinamakan Skullcrawlers.
Dia tidak berbohong.
Film ini bersetting pada
tahun 1970-an, ketika perang Vietnam berakhir dan cerita berfokus di lokasi Pulau
Skull. Penonton akan kecewa kalau mereka mengharapkan Kong akan mengikuti predensor-nya,
yaitu Kong yang menapaki gedung-gedung tinggi yang ada di Amerika. Tidak, focus
dalam film ini adalah perkenalan kepada raksasa yang sensitive dan baik hati.
Bagaimana para penonton akhirnya bersimpatik kepada karakter Kong. Seperti pada
umumnya seekor Kera, Kong tidak menunjukkan banyak kepribadian, tidak seperti
yang dilakukannya dalam beberapa versi, walaupun begitu dia binatang yang
mengesankan, dan itua dalah bagian terbaik dari film.
Kong: Skull Island
memiliki banyak pertempuran adu nyali bahkan pertumpahan darah, ditambah lagi tanpa
ada adegan aksi yang berlebihan, praktis dan mampu membuat penonton tercengang dan
terasa meneganggkan. Pengambilan gambar yang di-shot pemandangan di lokasi di Hawaii, Australia dan Vietnam menghasilkan
nuansa indah tetapi sekaligus terasa asing. Belum lagi makhluk raksasa lainnya
yang tidak terduga muncul baik itu buas ata ujinak. Versi 3-D dari film ini cukup
menegangkan dengan beberapa aksi yang terkesan pop up dan mengejutkan para penonton. Tidak perlu diragukan lagi mengenai
visual effect dan sinematografi,
begitu juga dengan editing yang pas
tanpa berkesan draggy.
Dengan semua perhatian pada visual effect dan sinematografi, jelas ada energi yang tersisa untuk
memberikan kepribadian kekarakter. Para prajurit bawahan Letkol Pickard adalah makanan
ringan bagi Kong. Samuel L. Jackson melakukan variasi pada karakternya Nick
Fury dari Marvel superhero film, tetapi dengan dendam yang membara. Hiddleston memliki
kesan yang tidak jauh berbeda dari “The Night Manager” seperti ingin memberikan
kesan, bahwa dialah yang pantas menjadi The
Next James Bond. Goodman dan Hawkins hanya sedikit mendapatkan peran dan tidak
mampu mencuri perhatian penonton. Hanya John C. Reilly diantara jajaran para
karakter pria yang mampu menarik perhatian penonton dengan joke, quote dan karaternya yang sedikit nyentrik.
Karakter wanita di film ini justru lebih buruk, memang hanya
ada 2 karakter wanita. Aktris Asia Jing Tian hanya berdialog beberapa baris percakapan
sebagai ahli biologi. Penonton mungkin bertanya-tanya mengapa dia repot-repot
untuk bergabung rombongan ini? Brie Larson, yang diakui para kritikus atas perannya
di "Room", hanya mendapatkan kesan sebagai pemanis untuk meningkatkan sensitifitas Kong terhadap manusia pendatang.
Yah, setidaknya Brie Larson, tidak diminta untuk melakukan yang Fay Wray dan
Naomi Watts lakukan, menjerit sehisteris-histerisnya. Larson memang memberikan kesan
wanita tangguh di film ini.
Setiap film pasti ada plus dan ada minusnya. Walaupun begitu,
sangat diharapkan bahwa sutradara Jordan Vogt-Roberts dan penulis Dan Gilroy
serta Max Borenstein akan kembali menyutradarai serta menulis film yang telah diramu
menjadi sebuah film dengan tontonan menarik, asik serta seru. Tanpa menonjolkan
kelebihan yang berlebihan dari film-film Kong sebelumnya.
Diantara semua hingar bingar film ini, memori tertinggi yang
akan diingat dan menjadi ikonik di semua film King Kong adalah saat pemeran utama
wanita (Mason) mampu memberikan simpatinya kepada Kong. Dengan nuansa yang
syahdu dan menenangkan, saat itulah perasaan Kong terungkapkan dengan jelas. Dari
sinilah kita bisa tahu bahwa Kong yang memang memberikan rasa takut, tetapi dia
juga punya hati nurani, dan inilah pesan tertinggi dari film monster dengan sarat
aksi ini. Bahwa raksasa juga merupakan pahlawan bagi umat manusia dan apa yang
dilindunginya. Dulu pada tahun 1933 ketika Kong pertama kali dirilis, kisah ini
memberikan twist ending terbaik untuk
King Kong yang akhirnya turun temurun dilanjutkan ke generasi film Kong
selanjutnya.
Baik atau tidak, apabila ada pihak/orang/makhluk asing yang
mengganggu wilayahmu, pasti kau akan melindungi wilayahmu, dengan segala cara.
Itulah inti cerita dari film Kong: Skull
Island. Dia adalah gorilla raksasa yang akan menjadi ancaman bagi umat manusia,
tetapi dia akan melindungi apa yang seharusnya dia lindungi. Sebuah kisah yang
klise tetapi penuh dengan pesan positif.
Overall: 4/5.
Cast: Tom
Hiddleston, Brie Larson, Samuel L. Jackson, John. C Reilly
Rating: PG-13
for intense sequences of sci-fi violence and action, and for brief strong
language.
Genre: Action - Thriller - Monster
Komentar
Posting Komentar