Ida (2013, Europe On Screen Indonesia 2015): Bagaimana Kita Menyakini Apa Itu Arti Kebahagiaan?

Director: Pawel Pawlikoski

Ida, sebuah 'road movie' yang menceritakan keyakinan, yang sampai sekarang menjadi sumber kekuatan misterius tersimpan di setiap manusia. Selama ini belum ada panduan baku, keyakinan mana yang benar? Karena hal itu semuanya berasal dari hati nurani. Ketika hati nurani ini mengatakan salah, bisa jadi itu benar karena ada beberapa hal yang belum kita ketahui. Karena kita terpenjara dengan keyakinan yang sudah ditanam rapat dan padat di pikiran dan hati kita. Lalu ketika kita membuka mata, hati dan pikiran, menghadapi begitu banyak kehidupan yang belum kita rasakan, mampukah keyakinan ini goyah?

Ketika dua wanita kesepian yang saling bertolak belakang ini dipersatukan, maka akan ada cerita menakjubkan yang dihasilkan. Ida mempertanyakan sebuah keyakinan dan kebahagian. Anna (Agata Trzebuchowska) adalah wanita yang taat dan yakin akan agamanya, sebagai seorang biarawati dia sebentar lagi akan diambil sumpahnya menjadi penghuni biara yang sedari kecil mengasuhnya. Tetapi sebelum dia mengangkat sumpahnya, kepala biarawati memberitahukan bahwa dia memliki kerabat yang selama ini bertukar surat dengannya, bibinya yang selama ini masih hidup. Wanda (Agata Kulesza) sangat bertolak belakang dengan Anna, dia meyakini akan kebahagiaan duniawi, suka mabuk-mabukan, perokok berat dan memandang seksualitas adalah bentuk kebahagiaan mutlak. Wanda adalah seorang jaksa yang selama ini mencari potongan kehidupannya yang dirasakan hilang. Wanda mengira dengan bertemu Anna (yang ternyata bernama asli Ida Lebenstein) dia akan menemukan sesuatu yang hilang itu, begitu juga dengan Anna / Ida, memiliki harapan untuk mengetahui siapa dia sebenarnya dan terutama siapa orang tuanya.

Lalu petualangan mereka pun berlanjut, ada letupan-letupan drama yang menggugah kedua karakter tersebut, mengenai pengalaman Ida yang belum pernah dia rasakan, dan mengenai pencarian kebahagiaan Wanda yang selama ini justru belum pernah dia temukan. Mereka seperti bertukar pikiran hanya dengan gesture tubuh, tatapan mata dan tentu pembicaraan-pembicaraan yang memutar pola pikiran kedua karakter (bahkan penonton). Mereka bertemu Lis (Dawid Ogrodnik), seorang musisi Jazz (instrument saxophone) dengan wajah tampan yang mempesona. Lalu mereka bertemu dengan Felkis Skiba (Adam Szyszkowsk) yang ternyata menyimpan rahasia gelap untuk Ida dan Wanda.
Dengan durasi 82 menit, Ida meramu semua keajaiban sinematografi hitam putih menjadi sangat kaya, seperti berlian yang telah dibentuk dan menjadi cantik tak terperi. Semua hasil shot seakan tidak sia-sia. Semuanya berbicara setiap adegan. Salah satu scene yang menarik adalah ketika Wanda dan Ida memberikan tumpangan untuk Lis, tatapan dan bahasa tubuh mereka di dalam mobil bagaikan tarian dengan koreografer yang terbatasi di dalam mobil. Penonton merasa Ida tidak pernah melihat dirinya secara seksual, dengan pancingan yang agak genit dari Wanda membuat percikan seksual yang tak pernah Ida rasakan, Trzebuchowska yang kuat namun mempesona bagaikan patung mampu mempertahankan rasa misteri tentang berapa lama dia akan menanggapi sensualitas dari Lis dan godaan dari Wanda.
 
Sesederhana itulah film ini bercerita, simple but beautiful. Film hitam putih yang kaya akan visual, kaya akan kecantikan. Jika sudah menyaksikan Nebraska karya Alexander Payne yang menggelitik dan lebih banyak bermain drama dan kata, kalau sudah menyaksikan The Artist karya Michel Hazanavicius yang penuh gairah cinta, maka jangan samakan karya mereka dengan Ida. Ida tidak berisik, tidak banyak gerakan, Ida bermain lambat tetapi penuh dengan pancaran cahaya yang melukiskan ambience cerita. Dibalik ketenangan yang mendominasi itu ada sebuah permasalahan yang terus berperang di dalam diri, penuh dengan pertanyaan yeng membelenggu dan mencoba keluar, membentuk kepedihan hati tanpa terhanyut dalam luapan emosi. Semua itu ditemani oleh sinematografi yang menjadi jualan utama dari film ini. Susah untuk menggambarkan sesuatu yang solid tetapi sederhana. Karena itulah adanya.

Sutradara Pawel Pawlikoski memang sudah terkenal dengan film yang menceritakan dua wanita sebagai karakter utama. Tengok saja My Summer of Love yang mengisahkan cerita cinta antara dua wanita, film ini dibintangi oleh Emily Blunt dan Natalie Press. Dengan bekal seperti ini, tidaklah sulit untuk mengarahkan para aktris di film Ida. Walaupun Trzebuchowska adalah aktris yang masih sangat baru (Ida adalah debut aktingnya), Pawel sendiri mengaku tidak menemukan kesulitan mengarahkannya. Dari segi naskah, Pawlikoski dibantu oleh Rebecca Lenkiewizck, kuseksesan naskahnya tidak hanya terletak dari kata-kata yang berbicara, tetapi dari tuntunan para karakter apa yang harusnya mereka lakukan, dari semua ertanyaan yang menggantung sampai jawaban yang harus para aktor lakukan.

Jika mengharapkan jawaban dari Ida, yup kita tidak akan menemukan jawaban yang pasti. Sesuatu yang tidak baku memang seharusnya seperti itu, menjadi pertanyaan bagi setiap manusia sampai dia memutuskan jawabannya sendiri. Ida tidak diciptakan untuk mengajak penonton berjalan bersama mengetahui jawaban dari segala pertanyaan penonton. Tidak tau apakah hal ini mengganggu atau merupakan sesuatu yang semestinya. Terlebih jika kita telah tenggelam bersama dua karakter utama yang dimainkan dengan baik. Chemistry yang mereka bangun terasa manis. Wanda diperankan sangat baik oleh Kulesza, dia mampu seperti setan penggoda yang ingin kita tolong, pada dasarnya dia takut bertemu dengan Ida, karena sepertinya dia mengetahui akan kebenaran yang harus dia hadapi. Sedangkan Trzebuchowska adalah bintangnya, dia mampu menjadi Ida yang terus tampil dengan ekspresi patung yang tenang, anggun dan cantik, tetapi terguncang dengan semua kehidupan manis yang selama ini belum dia hadapi. Dia takut, keyakinannya akan goyah.

Keyakinan? Film ini memang mampu menggoyahkan pemikiran, Benarkah keyakinan yang kita yakini ini sudah membuat kita bahagia? Apakah kebahagiaan yang selama ini kita cari? Atau kenyamanan yang kita cari? Kalau kita membuka pola pikir kita, lalu melakukan suatu hal yang belum pernah kita lakukan, dan kemudian kita merasa 'bahagia'. Apakah itu inti dari kebahagiaan? Atau hanya bahagia yang bersifat semu? Atau apakah kita yakin akan bahagia dengan semua hal yang sudah kita yakini? Dan tidak mau berpetualang melakukan sebuah perubahan? Semua itu tinggal bagaimana kita menjalani ujian yang sudah diberikan. Semua itu tinggal bagaimana kita menyakini apa itu arti kebahagiaan?

Overall 4.25/5
Ida salah satu film yang sangat segmented, drama lambat - hitam putih yang mempertanyakan keyakinan? Tidak semua orang akan suka. Tapi kalau kita membuka mata, hati dan pikiran, mungkin akan merasakan letupan kisah klasik yang menarik dari Ida. 

Film ini telah ditayangkan di Europe On Screen Indonesia 2015
schedule
03 May19:30EH
08 May19:30GH
Dan telah meraih penghargaan:
festival & awards
WinnerBest Foreign Language FilmAcademy Award 2015
WinnerBest FilmEuropean Film Awards 2014
WinnerBest DirectorEuropean Film Awards 2014
WinnerBest ScreenwriterEuropean Film Awards 2014
WinnerBest CinematographerEuropean Film Awards 2014
WinnerAudience AwardEuropean Film Awards 2014
WinnerBest Foreign FilmBAFTA 2015



Komentar

Postingan Populer