The Voices (2015): Ketika Seekor Kucing Menyuruhmu Untuk Membunuh!

Director: Marjane Satrapi

Tidak bahagia dan sendirian adalah kombinasi berbahaya yang bisa membuatmu menjadi serial killer! Kalau kau adalah orang kaya raya seperti Bruce Wayne dan memiliki butler terbaik seperti Alfred, mungkin tidak begitu masalah. Tetapi kalau kau mempunyai kucing jahat yang bisa berbicara seperti Mr. Whiskers dan anjing pemalu yang juga bisa berbicara seperti Bosco, itu baru bahaya! Belum lagi kalau kau memiliki pengalaman hidup yang begitu pahit dan sedang berkonsultasi oleh terapis yang sudah lansia. Jangan biarkan dirimu sedih dan sendirian yang menyelimutimu dengan ketakutan akan ketidakbahagiaan.

Premis inilah yang dialami oleh Jerry Hickfang (Ryan Renolds) seorang pekerja 'blue collar' pabrik kamar mandi di Milton Factory & Faucet Internasional. Jerry terlihat biasa saja, pada awalnya. Dia adalah seorang pekerja yang terlihat senang menjalani hidup, lalu bertemu dengan Fiona (Gemma Arterton) gadis dari Inggris di bagian akuntansi yang menarik hatinya lewat sebuah pertemuan untuk membicarakan pesta di kantor mereka. Suatu saat dia bertemu dengan Dr. Warren (Jacky Weaver), mereka membahas mengenai obat-obatan yang tidak lagi dikonsumsi oleh Jerry, yang ternyata membuat dunia Jerry jungkir balik dari kenyataan yang ada.

Setelah itu momen mengejutkan terjadi, dia mampu berbicara dengan kucing dan anjingnya di rumahnya! What!!! Mereka berbicara tentang Fiona dan merencanakan malam tak terlupakan untuk Jerry dan Fiona. Malam tak terlupakan itu berujung dengan kisah tragis - thrilling - mengejutkan yang berdampak bagi para penonton, merupakan sebuah titik balik, apakah para penonton akan meneruskan untuk menonton, atau tidak?

Adegan ini merupakan sebuah kejutan untuk menyelami bagian lain dari film, ketika topeng pembuka film ini mulai terkuak menjadi kisah thriller - horor - black comedy yang membuat para penonton kembali merasakan rasa permen nano-nano. Tidak semua menyukai permen rasa campur aduk itu, tapi dalam hal ide, bagaimana cara mencampur adukan genre itu merupakan sebuah ide yang cemerlang, terlebih bila dibuat dengan cermat. The Voices mampu melakukan itu, dalam hal teknis Marjane Satrapi mampu lulus dari semua test.

Ada beberapa tipu daya yang melenakan penonton, setelah adegan tragis - mengenaskan - horor yang dialami Jerry dan Fiona, Satrapi membuat adegan yang sedikit menipu para penonton. Kita akan merasakan bahwa film akan berjalan dengan baik pada Jerry ketika dia menjadi pria romantis bersama Lisa (Anna Kendric), yap tambah 1 genre lagi, romance. Tapi kebodohan (atau bisa dibilang nafsu / lust) Lisa membuat penonton lagi-lagi berkomentar akkkhhhh! Jerry pun menambahkan koleksinya berkat celoteh jahat dari Mr Whiskers. Satrapi tau bagaimana caranya menjungkir-balikan perasaan penonton yang membuat kita kesal sendiri. 
Dari segi visual, Satrapi tidak terpaku seperti film sebelumnya Persepolis, sebuah film kartun yang visioner dan menjadi salah satu trendsetter pada masanya. Satrapi menggunakan berbagai macam warna dari warna pink pastel seragam Milton Factory & Faucet International, sampai warna kelam dan bahkan terkesan jijik saat Jerry merapihkan "pekerjaannya" ke dalam berpuluh-puluh Tupperware. Belum lagi kondisi apartemen Jerry yang dalam delusinya merupakan apartemen American Midwest yang apik tetapi bagi Lisa adalah apartemen yang jauh berbeda dari cerminan individual Jerry di kehidupan sehari-hari.

Dilihat dari musik dan backsound, Satrapi dan tim tidak membuat film ini tampak seperti horor dengan backsound dan soundtrack yang creepy. Justru lagu-lagu di film ini terkesan cheerful dengan nuansa disko dan country era 70-80an. Puncak dari itu semua ending credit title dari film ini ditutup dengan manis dan memorable, sebuah lagu berjudul Sing A Happy Song yang merupakan lagu asli dari The O' Jays, dengan latar belakang putih yang suci, Jerry memakai setelan Suit rapi berwarna biru (bahkan sepatu pantofelnya berwarna biru), Fiona, Lisa, Alison dan kedua orang tua Jerry memakai setelan klasik era 80an berwarna jingga dan pink.


Harus diakui, Satrapi tidak akan bisa membuat film ini tanpa tulisan dari Michael R. Perry. Cerita yang ditulisnya terhitung mampu menjaga excitement kisah Jerry dari awal hingga akhir. Penonton dibuat terus berada di sebuah garis yang membingungkan, garis yang menentukan apakah Jerry adalah sosok gila atau justru pria dengan gangguan fungsional. Hal ini menjadi langkah yang cermat karena dengan begitu penonton seperti berpindah-pindah antara komedi - horor (konyol - serius) bersama Jerry. Seperti yang telah tertulis sebelumnya, Jerry pernah mencoba bermelodrama tapi tidak jarang pula kita disuguhkan tindakan keji yang akan membuat kita terdiam dengan rasa nano-nano.

Penampilan Ryan Renolds harus diberikan 2 jempol atas pencapaiannya yang mampu menggejolak perasaan para penonton, belum lagi suara Mr. Whiskers dan Bosco yang juga disuarakan oleh Ryan Renolds. Anna Kendric dan Gemma Arterton mampu memerankan perannya sesuai dengan porsinya, Lisa yang manis dan Fiona yang seksi, kedua-duanya sangat atraktif. Aktris senior Jacky Weaver mampu memberikan sentuhan akhir yang memorable menjelaskan mengenai 'suara' dan bagaimana harusnya Jerry menanggapi suara tersebut.

Suara, ya apakah suara-suara yang keluar dari pemikiranmu itu merupakan suara hati nurani? Atau suara akal sehat? Jika Bosco menggambarkan suara hati nurani yang malas dan Mr. Whiskers menggambarkan suara akal sehat yang keji, maka jelas kita harus menilik apa penyebabnya? Jerry memiliki pondasi yang kuat, sangat kuat. Jerry kecil bisa mencadi seorang puppeter yang terkenal walau hanya bermodalkan kaus kaki. Tetapi dengan kehidupannya yang tragis dia tidak mampu memisahkan batas mana yang salah dan benar. Maka Kucing dan Anjing lah yang memblokir pemikirannya terutama ketika dia sendirian.

Jangan biarkan dirimu merasakan sedih yang berlarut dan merasakan sendirian yang berkepanjangan. Lakukan hal-hal yang positif dan mampu menajamkan akal sehatmu. Berkomunikasilah dengan banyak orang agar kau tidak merasakan sendiri. Dan bagi orang yang agamis, tetaplah terus berkomunikasi kepada Tuhan untuk selalu menjaga dirimu dari Kucing yang menyuruhmu untuk membunuh.

Overall 4/5 (alternatif yang sangat apik jika kau sudah bosan dengan Avengers: Age of Ultron)

nb: Bisa jadi peran Ryan Renolds di film ini merupakan latihan sebelum dia berakting menjadi Deadpool, sama-sama gila/psycho dan juga sering mendengarkan 'suara-suara ajaib'.

Komentar

Postingan Populer