Black Coal Thin Ice (Bai ri yan huo, 2014): Kemenangan Belum Tentu Membahagiakan
Directed by Diao
Yinan
Film Noir, film ini
sering diperbincangkan terutama ketika menonton film-film di festival film. Apa
sih film noir? Sebenarnya film Noir itu adalah jenis film drama kriminal atau
psikologi thriller yang didominasi hitam putih di era 1940 - 1950. Hal yang membuat
film noir ini menjadi spesial adalah cara pengambilan gambar yang sedikit
berbeda serta permainan cahaya yang lebih gelap. Dalam era modern ini, film
noir disebut kembali dengan film neo-noir yang memiliki ciri khas yang sama
drama kriminal dengan sedikit bumbu psikologi thriller, bahkan banyak yang
mengakui bahwa kisah dalam film neo noir baik dari segi karakter, alur kisah
dan suguhan peristiwa mendekatihal yang sebenarnya terjadi dalam dunia nyata.
Sehingga cara pengambilan gambar pun dibuat senyata mungkin, bahkan mengurangi
dramatisasi yang berlebihan, terutama dalam hal pencahayaan, kadang ada yang
bermain dengan tone warna gelap, kadang dengan tone warna neon yang sudah
tersedia di lokasi. Contoh yang paling mencolok dari genre ini dalam beberapa
tahun terakhir yang direferensikan yaitu - Sin City (2005), Kiss Kiss Bang Bang
(2005), Brick (2006) dan Drive (2011).
Sutradara dari Cina
Diao Yinan kali ini membuat Black Coal, Thin Ice (Bai ri yan huo) yang
merupakan sebuah film neo noir yang begitu memperhatikan teknis dalam
mendeskripsikan sebuah film neo noir yang apik. Masalahnya adalah Diao Yinan
seperti kurang 'move on' dari film sebelumnya, "Night Train", karena
dalam segi teknis dan pesan moral Black Coal, Thin Ice tidak jauh berbeda dari
Night Train. Sehingga film ini seperti sudah kehilangan arah dan hanya
mengikuti kisahnya.
Zhang Zili (Liao
Fan) adalah seorang detektif yang harus menerima nasibnya menjadi pengawal
keamanan sebuah pabrik di tahun 2004. Kisahnya bermula ketika 5 tahun
sebelumnya Zhang sedang mengusut kasus pembunuhan Liang Zhijun (Wang Xuebing)
suami dari Wu Zhizen (Gwei Lun-Mei). Dia sudah mendapatkan tersangka yang pada
saat pengejarannya terjadi kisah penembakan yang sangat efektif, brutal dan
sangat terlihat nyata (seperti tanpa koreografi) terhadap 2 rekannya. Dia
terpuruk dan selama 5 tahun tidak 'move on' alih-alih menjadi orang yang
alkoholik, hingga akhirnya dia bertemu kembali dengan rekannya dulu yang
meminta bantuan untuk mengusut kisah pembunuhan yang sama 5 tahun lalu, di
tahun 1999. Pembunuhan dengan korban
yang dipotong-potong dan disebarkan potongan tubuh tersebut ke banyak daerah di
Cina.
Ciri khas lainnya
dari film noir (atau neo noir) adalah biasnya antara protagonis dan antagonis.
Tidak ada manusia yang benar-benar jahat dan tidak ada manusia yang benar-benar
baik. Setiap orang punya kisah yang melatarbelakangi kenapa mereka memiliki moral
seperti itu. Sebuah realisme sosial
untuk memahami kaslian karakter tanpa harus banyak berbicara dan lebih
banyak memperlihatkan situasi sebagai bagian dari estetika cerita film neo
noir. Hal ini tentu berimbas kepada penonton yang harus sabar dalam memahami
alur cerita ini.
Bukan hanya itu,
walaupun bukan sebuah pendefinisian dari film noir (neo noir), film bergenre
ini seperti sudah membudaya, hal-hal yang tidak beres yang terkuak sedikit demi
sedikit entah bagaimana selalu saja terkait dengan wanita. Wanita selalu
menjadi trigger untuk kejahatan dan sebagai central dari sebuah kisah
kriminalitas. Memang sang sutradara seperti menduakan karakter wanita di awal
film ini, tetapi lambat laun, sang pria adalah juru penyelamat yang terjerembab
dalam kisah sedih dari pemeran wanita. Alur ini sudah ketahuan sekali kalau
kita sering menonton film noir (terutama neo noir).
Seperti yang sudah
diberitahukan sebelumnya, film noir memang banyak bermain dalam tata cahaya,
entah gelap, entah sendu, entah sedikit bermain dengan cahaya neon.
Sinematografi dalam film ini bisa dibilang sangat apik dan rapih. Tetapi
terkadang penonton menjadi gerah juga karena nuansa klaustrofobik akibat
permainan cahaya yang yang membuat lingkup lokasi menjadi sempit, atau
pengambilan gambar yang terlalu dekat. Ada beberapa scene yang menabjukan,
yaitu lokasi permainan ice skating yang sendu dengan biru keputihan, seperti
menggambarkan sebuah kesedihan akan sebuah kebenaran yang akan terungkap. Scene
di ending pun penuh kemisterian, pengambarannya seperti kesedihan yang
melegakan atau sebaliknya kelegaan yang menyedihkan. Semuanya diambil dari 2 karakter
utama dalam film ini.
Di awal film Liao
Fan terlihat sedikit kurus, lalu di pertengahan film Liao Fan
harus menaikkan berat badan tubuhnya sebesar 10-15 kg. Entah apa maksudnya,
tetapi dilihat dari segi pendalaman karakter, Zhang jadi harus berhati-hati dan
tidak bahagia. Dialah yang memiliki peran dengan konfilk batin yang mendalam.
Dialah jawara di film ini. Selebihnya harus diakui masih banyak yang kurang,
Gwei Lun-Mei seperti wanita tanpa emosi dengan kecantikan yang tidak
menggairahkan. Wang Xuebin juga bermain seperti berlalu saja, walaupun
meninggalkan momentum yang sangat penting di film ini.
Film ini memenangkan
Golden Bear Award di ajang Berlin Internasional Film Festival untuk Diao Yinan
serta Silver Bear Award untuk aktor Liao Fan. Sebuah penghargaan bergensi dalam
festival film yang bergengsi di Eropa sana. Berlin International Film Festival
sudah memulai kegiatan ini dari tahun 1956. Film ini adalah film Cina yang ke empat yang menenangkan Golden Bear Award.
Harus diakui film
ini memiliki pesan sosial yang cukup kuat, tidak ada yang tidak bersalah. Dan
jangan tertipu dengan keluguan seseorang tanpa tau kisah dibaliknya. Tetapi
pesan yang cukup kuat ini sudah begitu banyak diambil oleh film-film noir
sebelumnya. Kritikan terhadap film ini sangat beragam, di satu sisi film ini
memiliki ciri khas noir (old style) di era modern yang kuat, seperti sebuah
homage untuk film noir klasik era 40-50an, tetapi terlalu klise (sangat klise)
dan terlalu lambat berjalan. Bagi sebagian penonton, mungkin akan sangat bosan,
film yang durasinya hanya 106 menit ini
akan terasa cukup lama. Walaupun film ini memenangkan penghargaan dari Berlin
Film Festival, sangat diragukan kalau film ini akan tayang secara luas dan
reguler di luar festival film.
Pada akhirnya kisah
Zhang, seperti halnya nasib untuk film Black Coal, Thin Ice ini. Zhang telah
menang, tetapi di satu sisi akan ada sebuah kesedihan akibat realisme sosial di
era modern ini yang harus dia terima. Black Coal, Thin Ice memenagkan sebuah penghargaan
bergengsi, tetapi harus diakui jarang ada orang yang bisa menerima film ini
dengan tangan terbuka, untuk menjelajah sebuah film noir dengan mood sutradara
yang paling emosional. Film ini akan sulit sekali untuk meraih kesuksesan secara
finansial. Begitu juga dengan Zhang, dia harus terpuruk lagi di atas kemenangan
untuk sebagian orang.
Overall 3/5
<ibnu>
Catatan Pribadi:
Ternyata saya sudah pernah menonton Night Train, Night Train memang tidak jauh berbeda dari film ini, terlebih Night Train jauh lebih membosankan tetap dengan
mood sang sutradara dan omongan-omongan yang lebih kearah teknis dan kisah keseharian.
Sebuah progres yang bagus dari Diao Yinan yang sampai sekarang saya tidak tau
kenapa film ini memenangkan Golden Bear Award. Apalagi Gwei Lun-Mei adalah
sebuah kesalahan casting, cukup menggunakan aktris baru dari Cina tampaknya
tidak akan mempengaruhi film ini.
Kalau dibandingkan
pemenang Golden Bear Award tahun lalu, Child Pose. Child Pose jauh lebih
unggul, komposisi cerita dan kisah yang sangat baik, chemistry dari banyak
pemain yang terjalin dengan rumit dan menarik dan tentunya akting yang sangat
baik dari Luminita Gheorghiu. Saya menonton film ini kemarin di Europe on
Screen dengan big applaus untuk film ini.
Komentar
Posting Komentar