Nightcrawler (2014): Benarkah Media Berita Kita Sudah Benar?

Directed by Dan Gilroy

Opini publik bisa disetir oleh news media (selanjutnya ditulis 'media'). Atau opini publik yang telah menyetir media. Mana yang benar? Seperti yang kita ketahui, pra pilpres bahkan sampai pasca pilpres 2014 merupakan salah satu kasus kericuhan perpolitikan Indonesia yang sulit dilupakan. Memang jarang ada peristiwa yang anarki, tetapi perang opini dan perang pendapat (yang kebablasan) sudah tidak bisa dibendung lagi.

Semua ini tidak dapat dipungkiri lagi merupakan hasil kreasi media-media berita yang menyajikan berita yang kita tidak tau benar apa adanya atau sudah direkayasa? Terlebih apabila media tersebut sudah berpihak dan tidak independent lagi, belum lagi kalau media tersebut memang mengejar rating. Media yang seharusnya memberikan keobjektifan berita dan memaparkan berita sesuai etika penyiaran dan penayangan berita, sudah termakan ketamakan rating dan publisitas untuk menarik simpati publik. Jadi publik yang mengandalikan isi berita atau media yang mengendalikan isi berita untuk membentuk opini yang baru?

Dalam film Nightcrawler, Gilroy Bersaudara bekerja sama untuk membuat film crime suspense thriller drama yang memukau. Tony (sutradara The Bourne Legacy) selaku produser, John sebagai editor dan Dan Gilroy sebagai sutradara dan penulis. Mereka membuat film noir sartire mengenai media televisi yang mengejar publisitas, komersialisme demi rating yang tinggi. Film ini adalah debut Dan Gilroy sebagai sutradara, sebelumnya Dan lebih banyak menjadi penulis naskah membantu film-film arahan saudaranya, Tony. Melihat kesuksesan film ini dari segi kualitas, tak dapat dipungkiri, suami Rene Russo ini akan terus berkarya lagi kedepannya. Harus diakui film ini tidak sepenuhnya baru. Film ini merupakan homage dari karya Sydney Lumet berjudul Network dan karya Billy Wilder berjudul "Ace in The Hole" di masa generasi kita. Walaupun begitu Nightcrawler mampu berdiri sendiri dengan prestasi artistik dalam memetakan karakter utama yang memiliki ambisi penuh.
 Lou Bloom (Jake Gyllenhaal) seakan hidup untuk menjelajahi malam di Los Angeles. Ketika pertama kali terlihat, dia bersembunyi di kegelapan, mencuri besi tua dan potongan pagar kawat yang akan dijual hanya untuk mendapatkan uang recehan. Lou dikondisikan sebagai individu yang jobless dan sulit mendapatkan pekerjaan. Hingga suatu ketika Lou mendapati dirinya terjebak  ditengah kecelakaan lalu lintas. Dia penasaran dan menuju lokasi tersebut. Dia bertemu videografer lepasan, Joe Louder (Bill Paxton) yang menyorot peristiwa tersebut. Secara tidak sengaja, Lou mendapatkan info dari Joe, yang mengejar cerita kecelakaan-tabrakan berdarah dan dijual ke stasiun tv lokal dengan harga yang setimpal. Penonton bisa melihat sebuah nafas baru bagi Lou. Wajahnya menyampaikan ketertarikan dengan mimik yang aneh.

Hasil-hasil video Lou, di jual ke stasiun tv lokal Los Angeles dengan Nina Romina (Rene Russo) sebagai editor in chief untuk penayangan berita di stasiun tv tersebut. Seklias sampai di adegan ini Lou terlihat naif. Tetapi ternyata tidak, ambisinya, keegoisannya, keserakahannya, sifatnya yang mempermainkan kondisi seseorang, caranya memanipulasi kejadian, telah merubah pandangan para penonton. Salah satunya ketika dia merekrut Rick (Riz Ahmed) untuk menjadi assistennya, Rick seperti simbol untuk penonton yang naif dan selalu termakan akan kepalsuan dari Lou. Lou seperti vampir yang menyedot semua kesempatan muncul yang terjadi dan akan menyalahkan Rick apabila Lou gagal mengambil berita. Ya, Gyllenhaal bagaikan vampir, dia berhasil mewujudkan kondisi fisik yang mengejutkan, wajah pucat dan tirus. Tubuh yang selalu kelihatan lesu seakan dia adalah pangeran malam. Tapi ketika Lou membuka mulutnya, apa yang keluar mengalir dari lidahnya adalah aliran hambar kata-kata hampa dan jargon-jargon seminar bisnis yang klise. Nada kata-kata yang keluar terdengar lembut tetapi kemonotonan dan kecepatan intonasi suara Lou sangat mengintimidasi, belum lagi melihat mimiknya yang menyebalkan.

Dan Gilroy dan teamnya mampu meyakinkan penonton akan kepalsuan berita dari angle para pembuat berita. Editing yang ciamik disajikan dengan cermat. Tidak ada adegan yang sia-sia. Kemampuannya meng-capture sisi humanis dari Lou, Nina dan Rick sangat pas. Memang fokus utama ada di Lou, tetapi visualisasi naskah dan karakter para pemain sungguh pada porsi yang seharusnya. Dengan teknik pengambilan gambar yang presisi dan ciamik, ada suatu adegan saat Lou datang lebih cepat dari polisi di sebuah lokasi penembakan. Dalam kondisi itu kamera mampu menangkap ketegangan yang mencekam, seperti dalam acara "Masih Dunia Lain" tetapi bukan makhluk gaib yang dicari. Tidak hanya itu adegan-adegan action dalam film ini disajikan dari angle pengambil gambar yang memunculkan rasa yang berbeda. 
Hanya dengan 3 faktor yang ciamik yaitu naskah, teknik pengambilan gambar, dan akting, penonton akan sedikit melupakan suara, sound editing dan scoring. Karena film ini sudah dimixing dengan sangat baik. Menghasilkan rasa yang akan disukai oleh banyak orang. Suara adalah unsur tambahan yang makin memperkaya film ini. Adegan-adegan terakhir, diselimuti oleh scoring yang mengintimidasi, membuat penonton harus memilih apakah mereka akan membenci Lou atau mereka memaklumi tindakan Lou?

Lou adalah salah satu contoh kecil dalam bentuk individu yang terbentuk atas keinginan publik. Memang pada dasarnya Lou memiliki kegigihan, hasil kerja yang baik dan cepat. Tetapi untuk memuaskan keinginan publik, Lou harus menjual jiwanya dan mengorbankan semua etika yang ada. Dia bahagia diatas penderitaan orang lain, dia bahagia apabila ada kecelakaan, penembakan dan peristiwa berdarah lainnya. Pada masa itu dia menjadi orang yang berharga, bukan menjadi orang yang disepelekan. Penonton akan melihat kerapuhan Lou saat dia gagal, ketakutannya menjadi orang yang dipandang sebelah mata. Hingga dia akan bangkit dan melakukan segala cara untuk berada di posisi puncak.

Media juga begitu, media adalah lingkupan yang lebih besar dari Lou. Di film ini, akhirnya Nina menyerah dan mengikuti prinsip Lou. Jika ingin survive dan memiliki rating yang tinggi, belokan opini, manipulasi kisah dan berita yang ada menjadi kisah dan peristiwa yang disukai oleh masyarakat. Maka dari itu tak salah kalau ada beberapa stasiun televisi yang menyiarkan berita dan kisah secara berlebihan. Mempermainkan emosi penonton. Melewati semua etika penyiaran. Membeberkan berita yang disukai oleh masyarakat, sehingga menjadi kisah baru dari angle yang baru atau kisah baru yang berbeda sekali dari keaslian berita tersebut.

“If it bleeds, it leads.” Itulah hukum penyiaran yang berlaku saat ini. Apakah kita akan mengikuti arusnya? Ataukah kita sudah pintar dan memilah berita yang benar apa adanya? Jadi mana yang dibelokkan? Media atau publik?


Overall 4,75/5 
<Ibnu>

Komentar

Postingan Populer